Selasa, 04 Desember 2012

sitemap blog

- yang kembali menyiksa
- Simpony
- RTH Medan Komoditas Produksi Sarana Komersialisasi
Kalian tahu apa rasanya, saat ada seseorang datang membawa harapan, kalianpun dengan kepedean mengindahkannya, lama., lambat bahkan pasti, tiba-tiba kau sendiri yang menyaksikan ternyata harapan itu kosong, dia bukan membawa harapan, hanya rasa kasihan mungkin, atau bisa jadi memanfaatkan diri kalian yang benar-benar bermutu itu pasti,! dan dengan mata kepalamu sendiri dia berlalu didepanmu, ternyata pergi ke wanita yang selama ini dibilang "gak ada apa-apa sama dia", kalian tahu bagaimana rasanya ?

Selasa, 07 Agustus 2012

Yang Kembali Menyiksa

Yelfitria Roza

Lenyap, lenyap semua tentang kamu benar-benar lenyap. Semua yang membawa aku pada kenangan lalu denganmu hilang sudah, lenyap tak berbekas seperti asap meninggalkan api, tak lagi dapat teraba. Sial ! Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang terjadi. Ya, sial ! Semua rasa yang pernah tergambar tentang kamu dalam coretan-coretan yang tak pernah berdusta itu lenyap, menguap bersama udara yang lolos lewat lubang hidung ini. Mungkin tuhan memang berniat memisahkan kita. Ya, mungkin segala tentang kamu harus sudah usai. Harus sudah tutup buku. Semua yang lalu harus sudah khatam, biarkan saja berlalu. Sial! Sayangnya aku belum rela. Kenapa, kenapa harus begini adanya? Setan! Bangsat!

Hari ini aku harus menghadapi hari dengan luka yang membara, luka karena aku harus terima kenyataan bahwa aku harus tanpamu. Sedih, Pedih, pasti! Sayangnya dunia tak mau mengerti kalau saat ini hati sedang tak ingin berdusta, tak ingin tertawa. Payah ! Dunia selalu saja menuntut bahwa harus selalu ada tawa atau setidaknya sebuah senyuman untuk menyambut kehadiran mentari. Ah, basa-basi dan semua adalah basi. Kepalsuan yang disyaratkan.

Tak apa, aku pasti bisa hadapi hari dengan gagah. Walau semua hanya dalam rupa kepalsuan. Toh, dunia memang tempat segala kepalsuan ada. Dunia adalah sebuah kepalsuan. Muka yang palsu, hati yang palsu, rasa yang pulsa, suara yang palsu, erang penuh kepalsuan. Ya, dengan seluruh hembus nafas, dan semangat yang hampir buntu, aku pasti bisa mengalahkan kau hari yang penuh kepalsuan. Walau harus dengan rupa penuh kepalsuan pula. Tenang, akan aku ciptakan kepalsuan-kepalsuan yang akan membuatmu membelalakan mata. Atas nama kepalsuan aku akan mengukir sejarah.

Lihat saja, ini belum usai. Masih panjang hari terbentang, bahkan ini hari masih pagi, masih akan lama malam menyapa. Yang berarti aku harus masih menggauli dunia penuh kebosanan ini untuk waktu yang akan membunuhku dengan setiap jengah yang mengangkangi. Ya, waktu penuh kebosanan. Seperti kuliah yang waktu ini kuikuti. Sungguh membosankan. Aku sendiri heran, kenapa dari bangku kulia ini, dari ruang ini, aku tidak pernah mendapatkan apa-apa. Atau mungkin belum? Entahlah, aku serasa tidak bisa menangkap apapun bila berada dalam ruang yang membelengguh waktu dan gerakku. Aku merasa ditawan, hingga aku menolak apa yang hendak mereka sumpalkan kedalam kepalaku ini. Heran, dosen ini kok diyah. Heran, dosen ini kok doyan sekali ngoceh. sudah hampir 2 jam dan ia belum bosan juga. Kok bisa? Kalau aku, pastilah sudaj bosan. Lalu kalau bosanku tak mau didamaikan, aku pasti mengamuk. Aneh, ya, perbedaan itu. Tak masuk akal. Mungkin itu pula kenapa orang bisa ribut karena perbedaan. Karena perbedaan itu tidak masuk akal. Dan tidak akan pernah bisa masuk akal karena logika yang dipakai berbeda.

Tapi tenang, aku punya obat mujarab untuk membunuh kebosanan ini, Lagi pula tinggal setangah jam lagi perkuliahan ini akan berakhir. Sebenarnya, aku menyukai mata kuliah dan proses kuliah yang membosankan karena memberiku kesempatan untuk membiarkan anganku melayang liar, jariku menari nakal di atas kertas-kertsa yang patuh ataupun di lembar-lembar papan bangku-bangku kuliah yang selalu diam membisu dengan angan digedung ini. Coba saja periksa berapa banyak sudah papan-papan putih yang kemudian tampak cantik oleh isi-isi kepalaku, yang penuh cerca rupa dan amuk rasa

Dan seperti yang lalu-lalu juga, saat ini aku membunuh kebosanan ini, aku menulis tentang kamu. Aku menggambar kamu lewat kata. Aku menumpahkan rasa melalui makna yang terjelma dalam huruf yang tak pernah berdusta. Aku hanya ingat kamu. Dalam ruang pengap penuh belengguh ini, aku menggauli aromamu lewat rasa yang tergambar dalam kalbu. Kata demi kata, baris demi baris menjelma menjadi rupa yang ,memenuhi kertas-kertas yang tadinya suci. Kini kertas-kertas yang tadinya suci. Kini kertas-kertas itu ternoda, ternoda oleh kelebat-kelebat tentang kamu. Aku sudah tak lagi peduli dengan perkuliahan yang berlangsung. Tak mampir lagi di telingaku apa yang ditumpahkan dosen ini dalam jata berbentuk suara. Semua yang ada hanya tentang kamu. Kamu yang seharusnya sudah mati. Mati bersama lembar-lembar yang lenyap. Tapi kamu bangkit lagi. Bangkit lagi untuk timbulkan penyakit hati ini, Brengsek ! kenapa aku tidak bisa tanpamu? kenapa? kenapa?

Bersambung ....


Sabtu, 28 Juli 2012

Simpony

Hanya ada satu kalimat yang bisa mewakili isi hatiku

Butuh kau sekarang !!

Jumat, 27 Juli 2012

RTH Medan Komoditas Produksi Sarana Komersialisasi

Oleh : Puput Julianti Damanik S.Pd
 
Ruang Terbuka Hijau merupakan sebuah kondisi dalam hal ini lingkungan, yang bermanfaat besar bagi keselamatan kehidupan seluruh makhluk hidup. RTH sangat penting kehadirannya untuk menunjang peresapan air hujan ke dalam tanah yang dapat menghindarkan bencana alam seperti banjir, tanah  longsor dan polusi udara serta juga dapat menghindarkan peningkatan suhu udara seperti yang baru-baru ini terjadi di kota Medan, yakni dengan suhu tertinggi mencapai 37 derajat celcius.

Kota Medan yang terbentang di area seluas 26,510 ha sama dengan 265,10 kliometer persegi atau 3,6 dari total luas Provinsi Sumatera Utara (baca buku panduan pariwisata Medan 2012) kini tengah dikepung oleh gencarnya pembangunan berbagai keperluan seperti mall, pertokoan, perumahan, dan berbagai sarana komersial lainnya. Pola penggunaan lahan yang seharusnya menerapkan nilai sosial telah berubah menjadi nilai profit. Hal ini lah yang menyebabkan RTH terus menyusut.

Betonisasi dari gedung ke gedung terus meningkat begitu juga dengan kawasan pemukiman kumuh. Anak-anak sudah tidak mengenal kata hijau, rimbun dan sejuk, mereka hanya terbiasa dengan indahnya hidup di masa kecil dengan berekreasi di dalam ruangan seperti mall. Situasi seperti ini memang mau tidak mau terjadi dengan alasan seiring meningkatnya jumlah penduduk, keperluan dan kebutuhan yang mendorong terciptanya ruang terbangun berkepadatan tersebut.

Bangunan-bangunan baru tersebut juga erat kaitannya dengan nilai sebuah lahan dan lokasi sentral yang dapat menghasilkan keuntungan besar khususnya bagi pemilik modal. Apalagi semakin ke arah pusat kota nilai sebuah lahan itu menjadi semakin tinggi, anggapan tersebut membuat setiap orang menyampingkan kata RTH dan mengubah lahan RTH sebagai komoditas produksi.

RTH kota yang benar-benar telah menempati lokasi strategis dianggap sebagai lahan yang tidak produktif. Contohnya di Lapangan Merdeka yang menjadi pusat kuliner atau Merdeka Walk, dahulunya menjadi tempat bermain anak-anak dan lokasi strategis tempat berteduh karena banyak pohon-pohon besar nan rindang kini telah berubah menjadi tempat wisata kuliner dengan penawaran harga yang sangat mahal. Sehingga kesenjangan antar lapisan masyarakat pun tidak dapat dihindarkan.

Hukum alam inilah yang mempercepat alih fungsi ruang terbuka kota yang berlokasi di daerah strategis yang jelas-jelas produktif untuk manusia/lingkungan tetap dianggap tidak produktif bagi sebagian orang yang memiliki kepentingan dan kemudian dikonversi seolah-olah menjadi fungsi yang produktif karena menghasilkan profit.

Padahal, ada sebuah kota kecil di Brazil, Curitibas yang dahulunya menjadi kota terkumuh, termacet dan minim RTH kini telah berbenah dengan meningkatkan rata-rata luas RTH per kapita dari 1 m2 menjadi 55 m2 selama 30 tahun. Sebagai hasilnya kota tersebut sekarangmerupakan kota yang nyaman, produktif dengan pendapatan per kapita penduduknya yang meningkat menjadi dua kali lipat. Hal inilah yang menunjukkan bahwa anggapan pengembangan RTH yang dapat mengurangi produktivitas ekonomi sebuah kota tidak terbukti.

Upaya Peningkatan RTH dan Masalah Implementasinya

Masalah peran dan penerapan RTH ternyata pemerintah lebih tahu dan menyadarinya. Maka melalui  Undang- Undang Nomor 26 tahun 2007 pemerintah mencoba melakukan upaya-upaya dalam peningkatan dan perbaikan tata ruang. Dalam sebuah kota, RTH harus mencapai 30 persen dari total luas wilayah, dengan rincian 20 persen untuk RTH Publik dan 10 persen untuk RTH Privat (baca Analisa, Sabtu 5 Juni 2012).

Dengan UU tersebut berbagai upaya sudah diterapkan, namun yang disayangkan upaya seperti sosialisasi, penyuluhan, seminar, pelatihan dan upaya legal formal lainnya minim dengan implementasinya. Akhirnya tak salah ada statement keluar menyatakan bahwa UU itu hanya gagah di laporan atau kertasnya saja.

Masalah-masalah implementasi dari upaya yang telah dilakukan sebenarnya ada di setiap individu masyarakatnya. Masalah yang muncul pertama adalah keyakinan kepada profit yang didapatkan bila membuat bangunan di perkotaan, sehingga jalur yang dibuat pemerintah untuk program RTH yang sering melibatkan lahan masyarakat berat untuk diberikan kepada pemerintah.

Selain itu, bertambahnya jumlah orang yang datang ke kota atau yang memang sudah menetap di kota, kemudian membuat pemukiman baru dan jelas berpengaruh dengan semakin bertambahnya aktifitas masyarakat tersebut. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat juga menambah permasalah apalagi tidak ada ketegasan tentang denda yang diberikan bagi penghancur atau perusak RTH dari pemerintah.

Pemimpin yang Kuat Dasar RTH Terwujud

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan membuat UU dapat berjalan apabila tiap-tiap wilayah/kota khususnya bagi pemerintahan dalam hal ini Medan ikut memberi partisipasinya dengan menggerakkan masyarakatnya.

Beberapa saran kepada Pemko Medan yang diusulkan bukan sebuah pendekatan yang sifatnya pilihan, tapi ini lebih bermakna alternatif yang bertujuan membangun.

Pemko Medan telah melakukan kebijakan pembokaran beberapa taman kota di beberapa ruas jalan dengan tujuan mengurangi kemacetan, padahal taman kota tersebut dapat dijadikan lahan untuk membuat taman kecil yang hijau. Walikota menyebutkan bahwa pemotongan dan pembongkaran taman tidak akan mengganggu RTH, sebab pohon-pohon yang ada di taman itu kebanyakan pohong pinang biasa dan akan diganti pohon dengan pepohonan yang bisa tumbuh besar dan rindang (baca Analisa 13 Juni 2012).

Ini artinya Pemko Medan harus lebih bekerja keras lagi untuk meningkatkan RTH dengan beberapa masalah implementasi yang berhubungan dengan masyarakat khususnya penyediaan lahan, setelah itu kesadaran masyarakatnya. Karena masalah kesadaran masyarakat yang terus-terusan membangun dan merusak RTH adalah salah satu hambatan terbesar.

Untuk itu, pendekatan Pemko Medan yang dapat dilakukan adalah mencontoh Kota Curitiba atau kota kecil di Brazil yang menerapkan strategis insentif yang cerdas yakni membangun taman kota dan Recycle Center.

Masyarakat akan diberi hadiah bila memberikan sampahnya kepada Recycle Center. Sampah kemudian didaur ulang dan disulap menjadi banyak jenis kerajinan tangan. Masyarakat juga diimbau untuk dapat menanam pohon dan merawat taman. Tak heran bila Curitiba mempunyai nilai tertinggi daur ulang sampah sedunia yakni 70%, karenanya, pendapatan perkapita meningkat 66%. Pembangunan taman juga menjadi jawaban atas permasalahan banjir yang selama ini terjadi (baca www.scribd.com).

Selain itu, hal lain yang dapat dicontoh adalah kebijakan Curitiba yang mewajibkan para pengembang perumahan atau sebuah perusahaan, yang apabila ingin membangun sebuah gedung harus bersedia membuat sebuah permukiman khusus untuk para pemukiman kumuh. Jika tidak maka bangunan tersebut tidak diizinkan untuk berdiri di Curitiba.

Hal ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemko khususnya pemimpin yang ada di dalamnya (Walikota) selaku stake holder di Kota Medan harus dapat membuat suatu kebijakan yang dapat diterima oleh masyarakatnya.

Stephen Leahy, seorang pengamat lingkungan dan pertanian dalam artikelnya di situs sustainabletimes menyatakan bahwa setiap kota kaya atau miskin dapat memberdayakan warganya untuk mengatasi persoalan lingkungan, namun hal pertama yang tidak mudah dilakukan adalah memunculkan motivasi untuk mengubah diri.

Curitiba mampu mewujudkan dan menikmatinya sepanjang 25 tahun terakhir ini lewat sebuah political will dan kepemimpinannya yang kuat. (Tulisan ini disertakan dalam lomba karya tulis memperingati HUT Kota Medan ke-422)

Rabu, 20 Juni 2012

Agent of Change and Social Control Jangan Jadi Mitos dan Sejarah Oleh : Puput Julianti Damanik S.Pd*

 “Masyarakat kecil selalu menjadi korban akan kebijakan-kebijakan pemerintah, masyarakat selalu dianggap kerdil, tidak bermanfaat bila di dengarkan suaranya. Karena selalu dikerdilkan mereka tidak punya kekuatan untuk memberontak kawan-kawan, maka tugas kita sebagai mahasiswa lah yang menyambungnya,”
Ungkapan itu keluar dari seorang aktivis wanita, Koordinator Perempuan Mahardhika wilayah Sumatera Utara Jumeida ketika berorasi di depan gedung DPRD Sumut, Kamis (8/3) dalam aksi peringati hari Perempuan Internasional serta penolakan rencana kenaikan BBM. Di waktu berbeda beberapa mahasiswa dari ratusan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut juga mengungkapkan hal yang bermakna sama pada hari Rabu (21/3). Tidak dapat dipungkiri, mahasiswa sebagai agent of social control memang memiliki peranan penting. Mereka menuntut kepada pemerintah untuk bisa mendengarkan aspirasi masyarakat untuk sama-sama menolak rencana kenaikkan BBM di April mendatang. Mahasiswa memang selalu menjadi barisan pertama yang bersuara bila ada isu besar atau berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku pemerintah dan perilaku kekuasaan kaum kapitalis.
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR menjadi tujuan utama mahasiswa, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan tersebut, tercatat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Aliansi BEM kota Medan, Jaringan Mahasiswa Intelektual Sumatera Utara (JAMINSU), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesi (GMKI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Wilayah Sumut, Perempuan Mahardhika, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan beberapa organisasi maupun aliansi mahasiswa se kota Medan lainnya (baca aksi tolak BBM Medanmagazine.com). Sangat luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan harga BBM.
Hal tersebut telah membuktikan kepada kita bahwa mahasiswa memang ujung tombak suatu bangsa. Mahasiswa sebuah gerakan menyadarkan masyarakat kecil bahwa mereka memiliki hak yang sama dalam kehidupan serta menyadarkan pemerintah bahwa masyarakat kecil adalah masyarakat yang juga harus dibela. Berbagai aksi penolakan rencana kenaikan BBM oleh mahasiswa untuk dua pekan terakhir ini memang sering terjadi. Mereka terus merapatkan barisan untuk membentuk kekuatan akan penolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak. Artinya dalam moment penting dan perjalanan bangsa ini mahasiswa memang selalu memberikan peran yang cukup besar.
Kondisi dan Posisi Pergerakan Mahasiswa Saat Ini
Sejarah telah menunjukkan kepada kita semua bahwa mahasiswa memegang peran yang cukup penting dalam perkembangan sebuah negara.  Diawali oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa yang membuat sebuah wadah perjuangan  pada tahun 1908 yang dikenal dengan Boedi Oetomo. Pada kongres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan sebagai kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
            Setelah itu barulah bermunculan organisasi mahasiswa dan pemuda seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat islam, Muhammadiyah, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang menggagas sumpah pemuda pada tahun 1928 dan organisasi pelajar, pemuda dan mahasiswa lainnya baik nasional maupun lokal di sebuah daerah-daerah merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya. Keseriusan pergerakannya sangat diakui oleh dunia, namun sekarang terjadi pergeseran makna akan pergerakan mahasiswa tersebut.
Berjalannya waktu, sifat apatis, individualis, pragmatis, dan oportunis telah menjadi gambarkan kondisi mahasiswa saat ini. Bagaimana tidak, dalam keseharian kehidupan di dalam kampus sering dijumpai sekelompok mahasiswa yang hanya mengedepankan sikap reaksioner dalam menyikapi suatu hal, kemampuan membaca situasi kondisi secara objektif pun tidak ada. Atau pun sebaliknya, kita juga menjumpai gerakan mahasiswa yang hanya menyalurkan kegenitan di ruang-ruang diskusi namun tak pernah mengujikannya di ruang-ruang praktek, seperti aksi, dan lain-lain. Menghafalkan serta melimpahkan apa yang dibaca semalam dalam diskusi dan menyaksikan lawan bicaranya kelepek-kelepek adalah kebanggaan tersendiri. Organisasi-organisasi kemahasiswaan semakin menunjukkan kecenderungan fungsinya sebagai EO (Event Organizer) atau ajang karirisme semata. Sangat jauh dari apa yang dibayangkan mengenai gerakan mahasiswa.
Satu hal lagi yang sangat disayangkan setelah seorang melepas statusnya sebagai mahasiswa, mereka sudah tidak mengenal kata idealis lagi, mereka terjun kedalam dunia politik praktis dan tersebar di banyak partai politik. Maka tak heran bila banyak mahasiswa yang juga berkata bahwa ikut mati-matian bangun organisasi yang revolusioner itu sampe skripsi saja, setelah itu cari kerja, buka usaha, cari duit banyak dan susun kekuatan biar bisa beli Freeport dan jabatan, begitulah ungkapannya. Hal tersebut memang benar, mahasiswa memang tak akan selamanya berada dalam posisi sebagai mahasiswa.
Posisi mahasiswa hanya sementara, sehingga kemudian penting bagi mahasiswa untuk menata ulang perspektif umum yang telah ada mengenai peran mahasiswa agar nantinya tidak menjadi kaum yang tertindas dan juga penindas baru. Kalau segala permasalahan tersebut diatas masih dijadikan pegangan bagi mahasiswa maka tak dapat dipungkiri agent of change and social control akhirnya akan menjadi sebuah mitos dan sejarah. Berlahan Masyarakat tidak akan percaya lagi dengan mahasiswa. Hal tersebut akan membantu para  pengusaha dan penguasa untuk terus menguasaiIndonesia, sehingga sampai kapanpun masyarakat tidak akan bisa menjadi tuan rumah dinegaranya sendiri.
Untuk itu seorang mahasiswa atau aktivis harus memiliki dan memperhatikan beberapa hal dalam dirinya yakni prestasi, cerdas dalam berfikir, santun dalam bertingkah, juga mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-idenya menjadi sebuah tulisan karena gerakan mahasiswa itu tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan saja serta bukan aktivis instant yang hanya mengejar popularitas sesaat. Sehingga agent of change and social control tidak menjadi sebuah Mitos dan sejarah. Masyarakat akan kembali percaya dengan mahasiswa, dan mahasiswa kembali menjadi kunci utama bagi terciptanya kedamaian negara dan ilmu-ilmu pengetahuan yang menguntungkan rakyat. Untuk itu masyarakat semakin paham bahwa penyambung lidah akan harapan-harapannya yang sulit tersampaikan kepada pemerintah adalah mahasiswa. (Puput Julianti Damanik S.Pd)

Minggu, 30 Oktober 2011

Tapi Aku Yakin

Aku seorang anak perempuan yang tak dapat menjadi perempuan sesungguhnya …
Aku tak bisa mempernak wajahku seperti perempuan biasanya
Aku tak bisa duduk manis d sofa itu….
Aku tak bisa membuat laki-laki yakin bahwa aku sangat manis dan baik
Seperti teman-teman perempuan lainnya
Tapi Aku hanya yakin , ketika aku melihat ke tembok rumah itu
Kemudian aku mengembus cukup kuat dan aku meniup cukup kuat,
Aku bias meruntuhkannya

Dengan itu akuyakin aku adalah perhiasan
Aku lah mutiara yang tersusun rapi
Aku lah sepotong kaca yang bertukar menjadi sinar berlian
Aku lah seorang perempuan