Rabu, 20 Juni 2012

Agent of Change and Social Control Jangan Jadi Mitos dan Sejarah Oleh : Puput Julianti Damanik S.Pd*

 “Masyarakat kecil selalu menjadi korban akan kebijakan-kebijakan pemerintah, masyarakat selalu dianggap kerdil, tidak bermanfaat bila di dengarkan suaranya. Karena selalu dikerdilkan mereka tidak punya kekuatan untuk memberontak kawan-kawan, maka tugas kita sebagai mahasiswa lah yang menyambungnya,”
Ungkapan itu keluar dari seorang aktivis wanita, Koordinator Perempuan Mahardhika wilayah Sumatera Utara Jumeida ketika berorasi di depan gedung DPRD Sumut, Kamis (8/3) dalam aksi peringati hari Perempuan Internasional serta penolakan rencana kenaikan BBM. Di waktu berbeda beberapa mahasiswa dari ratusan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut juga mengungkapkan hal yang bermakna sama pada hari Rabu (21/3). Tidak dapat dipungkiri, mahasiswa sebagai agent of social control memang memiliki peranan penting. Mereka menuntut kepada pemerintah untuk bisa mendengarkan aspirasi masyarakat untuk sama-sama menolak rencana kenaikkan BBM di April mendatang. Mahasiswa memang selalu menjadi barisan pertama yang bersuara bila ada isu besar atau berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku pemerintah dan perilaku kekuasaan kaum kapitalis.
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR menjadi tujuan utama mahasiswa, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan tersebut, tercatat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Aliansi BEM kota Medan, Jaringan Mahasiswa Intelektual Sumatera Utara (JAMINSU), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesi (GMKI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Wilayah Sumut, Perempuan Mahardhika, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan beberapa organisasi maupun aliansi mahasiswa se kota Medan lainnya (baca aksi tolak BBM Medanmagazine.com). Sangat luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan harga BBM.
Hal tersebut telah membuktikan kepada kita bahwa mahasiswa memang ujung tombak suatu bangsa. Mahasiswa sebuah gerakan menyadarkan masyarakat kecil bahwa mereka memiliki hak yang sama dalam kehidupan serta menyadarkan pemerintah bahwa masyarakat kecil adalah masyarakat yang juga harus dibela. Berbagai aksi penolakan rencana kenaikan BBM oleh mahasiswa untuk dua pekan terakhir ini memang sering terjadi. Mereka terus merapatkan barisan untuk membentuk kekuatan akan penolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak. Artinya dalam moment penting dan perjalanan bangsa ini mahasiswa memang selalu memberikan peran yang cukup besar.
Kondisi dan Posisi Pergerakan Mahasiswa Saat Ini
Sejarah telah menunjukkan kepada kita semua bahwa mahasiswa memegang peran yang cukup penting dalam perkembangan sebuah negara.  Diawali oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa yang membuat sebuah wadah perjuangan  pada tahun 1908 yang dikenal dengan Boedi Oetomo. Pada kongres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan sebagai kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
            Setelah itu barulah bermunculan organisasi mahasiswa dan pemuda seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat islam, Muhammadiyah, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang menggagas sumpah pemuda pada tahun 1928 dan organisasi pelajar, pemuda dan mahasiswa lainnya baik nasional maupun lokal di sebuah daerah-daerah merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya. Keseriusan pergerakannya sangat diakui oleh dunia, namun sekarang terjadi pergeseran makna akan pergerakan mahasiswa tersebut.
Berjalannya waktu, sifat apatis, individualis, pragmatis, dan oportunis telah menjadi gambarkan kondisi mahasiswa saat ini. Bagaimana tidak, dalam keseharian kehidupan di dalam kampus sering dijumpai sekelompok mahasiswa yang hanya mengedepankan sikap reaksioner dalam menyikapi suatu hal, kemampuan membaca situasi kondisi secara objektif pun tidak ada. Atau pun sebaliknya, kita juga menjumpai gerakan mahasiswa yang hanya menyalurkan kegenitan di ruang-ruang diskusi namun tak pernah mengujikannya di ruang-ruang praktek, seperti aksi, dan lain-lain. Menghafalkan serta melimpahkan apa yang dibaca semalam dalam diskusi dan menyaksikan lawan bicaranya kelepek-kelepek adalah kebanggaan tersendiri. Organisasi-organisasi kemahasiswaan semakin menunjukkan kecenderungan fungsinya sebagai EO (Event Organizer) atau ajang karirisme semata. Sangat jauh dari apa yang dibayangkan mengenai gerakan mahasiswa.
Satu hal lagi yang sangat disayangkan setelah seorang melepas statusnya sebagai mahasiswa, mereka sudah tidak mengenal kata idealis lagi, mereka terjun kedalam dunia politik praktis dan tersebar di banyak partai politik. Maka tak heran bila banyak mahasiswa yang juga berkata bahwa ikut mati-matian bangun organisasi yang revolusioner itu sampe skripsi saja, setelah itu cari kerja, buka usaha, cari duit banyak dan susun kekuatan biar bisa beli Freeport dan jabatan, begitulah ungkapannya. Hal tersebut memang benar, mahasiswa memang tak akan selamanya berada dalam posisi sebagai mahasiswa.
Posisi mahasiswa hanya sementara, sehingga kemudian penting bagi mahasiswa untuk menata ulang perspektif umum yang telah ada mengenai peran mahasiswa agar nantinya tidak menjadi kaum yang tertindas dan juga penindas baru. Kalau segala permasalahan tersebut diatas masih dijadikan pegangan bagi mahasiswa maka tak dapat dipungkiri agent of change and social control akhirnya akan menjadi sebuah mitos dan sejarah. Berlahan Masyarakat tidak akan percaya lagi dengan mahasiswa. Hal tersebut akan membantu para  pengusaha dan penguasa untuk terus menguasaiIndonesia, sehingga sampai kapanpun masyarakat tidak akan bisa menjadi tuan rumah dinegaranya sendiri.
Untuk itu seorang mahasiswa atau aktivis harus memiliki dan memperhatikan beberapa hal dalam dirinya yakni prestasi, cerdas dalam berfikir, santun dalam bertingkah, juga mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-idenya menjadi sebuah tulisan karena gerakan mahasiswa itu tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan saja serta bukan aktivis instant yang hanya mengejar popularitas sesaat. Sehingga agent of change and social control tidak menjadi sebuah Mitos dan sejarah. Masyarakat akan kembali percaya dengan mahasiswa, dan mahasiswa kembali menjadi kunci utama bagi terciptanya kedamaian negara dan ilmu-ilmu pengetahuan yang menguntungkan rakyat. Untuk itu masyarakat semakin paham bahwa penyambung lidah akan harapan-harapannya yang sulit tersampaikan kepada pemerintah adalah mahasiswa. (Puput Julianti Damanik S.Pd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar