“Masyarakat kecil selalu menjadi korban akan kebijakan-kebijakan
pemerintah, masyarakat selalu dianggap kerdil, tidak bermanfaat bila di
dengarkan suaranya. Karena selalu dikerdilkan mereka tidak punya kekuatan untuk
memberontak kawan-kawan, maka tugas kita sebagai mahasiswa lah yang
menyambungnya,”
Ungkapan
itu keluar dari seorang aktivis wanita, Koordinator Perempuan Mahardhika
wilayah Sumatera Utara Jumeida ketika berorasi di depan gedung DPRD Sumut,
Kamis (8/3) dalam aksi peringati hari Perempuan Internasional serta penolakan
rencana kenaikan BBM. Di waktu berbeda beberapa mahasiswa dari ratusan
mahasiswa yang berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut juga mengungkapkan hal
yang bermakna sama pada hari Rabu (21/3). Tidak dapat dipungkiri, mahasiswa
sebagai agent of social control
memang memiliki peranan penting. Mereka menuntut kepada pemerintah untuk bisa
mendengarkan aspirasi masyarakat untuk sama-sama menolak rencana kenaikkan BBM
di April mendatang. Mahasiswa memang selalu menjadi barisan pertama yang
bersuara bila ada isu besar atau berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku
pemerintah dan perilaku kekuasaan kaum kapitalis.
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR menjadi tujuan utama
mahasiswa, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan
kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan tersebut, tercatat Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Aliansi BEM kota Medan, Jaringan Mahasiswa Intelektual
Sumatera Utara (JAMINSU), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesi (GMKI), Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) Wilayah Sumut, Perempuan Mahardhika, KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan beberapa organisasi maupun aliansi
mahasiswa se kota Medan lainnya (baca aksi tolak BBM Medanmagazine.com). Sangat
luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan
satu tujuan : Turunkan harga BBM.
Hal
tersebut telah membuktikan kepada kita bahwa mahasiswa memang ujung tombak
suatu bangsa. Mahasiswa sebuah gerakan menyadarkan masyarakat kecil bahwa mereka
memiliki hak yang sama dalam kehidupan serta menyadarkan pemerintah bahwa
masyarakat kecil adalah masyarakat yang juga harus dibela. Berbagai aksi
penolakan rencana kenaikan BBM oleh mahasiswa untuk dua pekan terakhir ini
memang sering terjadi. Mereka terus merapatkan barisan untuk membentuk kekuatan
akan penolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak. Artinya dalam
moment penting dan perjalanan bangsa ini mahasiswa memang selalu memberikan
peran yang cukup besar.
Kondisi dan Posisi Pergerakan
Mahasiswa Saat Ini
Sejarah telah menunjukkan kepada kita semua bahwa mahasiswa memegang
peran yang cukup penting dalam perkembangan sebuah negara. Diawali oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa
yang membuat sebuah wadah perjuangan
pada tahun 1908 yang dikenal dengan Boedi Oetomo. Pada kongres yang pertama di Yogyakarta,
tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan sebagai kemajuan yang
selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran,
pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Setelah itu barulah bermunculan
organisasi mahasiswa dan pemuda seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat islam,
Muhammadiyah, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang menggagas
sumpah pemuda pada tahun 1928 dan organisasi pelajar, pemuda dan mahasiswa
lainnya baik nasional maupun lokal di sebuah daerah-daerah merupakan suatu
episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum
terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya. Keseriusan
pergerakannya sangat diakui oleh dunia, namun sekarang terjadi pergeseran makna
akan pergerakan mahasiswa tersebut.
Berjalannya
waktu, sifat apatis, individualis, pragmatis, dan oportunis telah menjadi gambarkan
kondisi mahasiswa saat ini. Bagaimana tidak, dalam keseharian kehidupan di
dalam kampus sering dijumpai sekelompok mahasiswa yang hanya mengedepankan
sikap reaksioner dalam menyikapi suatu hal, kemampuan membaca situasi kondisi secara
objektif pun tidak ada. Atau pun sebaliknya, kita juga menjumpai gerakan
mahasiswa yang hanya menyalurkan kegenitan di ruang-ruang diskusi namun tak
pernah mengujikannya di ruang-ruang praktek, seperti aksi, dan lain-lain.
Menghafalkan serta melimpahkan apa yang dibaca semalam dalam diskusi dan
menyaksikan lawan bicaranya kelepek-kelepek adalah kebanggaan tersendiri. Organisasi-organisasi
kemahasiswaan semakin menunjukkan kecenderungan fungsinya sebagai EO (Event
Organizer) atau ajang karirisme semata. Sangat jauh dari apa yang
dibayangkan mengenai gerakan mahasiswa.
Satu hal lagi yang sangat
disayangkan setelah seorang melepas statusnya sebagai mahasiswa, mereka sudah
tidak mengenal kata idealis lagi, mereka terjun kedalam dunia politik praktis
dan tersebar di banyak partai politik. Maka tak heran bila banyak mahasiswa
yang juga berkata bahwa ikut mati-matian bangun organisasi yang revolusioner
itu sampe skripsi saja, setelah itu
cari kerja, buka usaha, cari duit banyak dan susun kekuatan biar bisa beli
Freeport dan jabatan, begitulah ungkapannya. Hal tersebut memang benar,
mahasiswa memang tak akan selamanya berada dalam posisi sebagai mahasiswa.
Posisi mahasiswa hanya
sementara, sehingga kemudian penting bagi mahasiswa untuk menata ulang
perspektif umum yang telah ada mengenai peran mahasiswa agar nantinya tidak
menjadi kaum yang tertindas dan juga penindas baru. Kalau segala permasalahan
tersebut diatas masih dijadikan pegangan bagi mahasiswa maka tak dapat
dipungkiri agent of change and social
control akhirnya akan menjadi sebuah mitos dan sejarah. Berlahan Masyarakat
tidak akan percaya lagi dengan mahasiswa. Hal tersebut akan membantu para pengusaha dan penguasa untuk terus
menguasaiIndonesia, sehingga sampai kapanpun masyarakat tidak akan bisa menjadi
tuan rumah dinegaranya sendiri.
Untuk itu
seorang mahasiswa atau aktivis harus memiliki dan memperhatikan beberapa hal
dalam dirinya yakni prestasi, cerdas dalam berfikir, santun dalam bertingkah,
juga mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-idenya menjadi sebuah tulisan
karena gerakan mahasiswa itu tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan saja serta bukan
aktivis instant yang hanya mengejar popularitas sesaat. Sehingga agent of change and social control tidak
menjadi sebuah Mitos dan sejarah. Masyarakat akan kembali percaya dengan
mahasiswa, dan mahasiswa kembali menjadi kunci utama bagi terciptanya kedamaian
negara dan ilmu-ilmu pengetahuan yang menguntungkan rakyat. Untuk itu
masyarakat semakin paham bahwa penyambung lidah akan harapan-harapannya yang
sulit tersampaikan kepada pemerintah adalah mahasiswa. (Puput Julianti Damanik
S.Pd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar